Monday, July 6, 2015

Keagungan diatas cinta Layla dan Qais (majnun)

Makam Laila dan Majnun


Kau tidak akan mampu mendefenisikan cinta dengan nalar, sahabat, tidak... bahkan melalui piramida mashlow yang meletakkan cinta dan kasih sayang sebagai kebutuhan ketiga bagi manusia setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan kenyamanan tidak akan mampu menjelaskannya.

Kau tidak akan mampu menjelaskan kenapa istri alm. Bob sadino, nyonya almh. Soelami Soejoed, rela meninggalkan kenyamanan beliau sebagai wanita karir demi menemani bob sadino yang seorang tukang batu dan supir angkot merintis impian beliau sebagai entrepreneur dalam keadaan kelaparan dan ketidak nyamanan diawal – awal mereka merintis usaha.

Atau bagaimana nyonya almh. Hasri ainun besari yang seorang dokter rela meninggalkan profesi dokternya demi menemani hari – hari BJ. Habibie merangkai impiannya membangun Indonesia dari pintu sekolahnya di Jerman.

Bahkan engkau tidak akan mampu mendefenisikan cinta lewat teori psikoseksual milik sigmund freud, bahwa oedipus complex yang berasal dari sentuhan kulit lewat kenikmatan onani (?) semenjak kita bayi yang membuat kita merasa tertarik pada seseorang.

Tidak, bahkan engkau akan dapat jatuh cinta untuk pertama kali pada seseorang yang yang belum pernah dikenal sebelumnya, bahkan kita tidak perlu menyentuhnya untuk mengetahui bahwa kita mencintainya.

Cinta masuk ke dalam sanubari tanpa kami undang
Ia bagai ilham dari langit yang menerobos
Dan bersemayam dalam jiwa kami
Dan kini kami akan mati karena cinta asmara
Yang telah melilit seluruh jiwa
Katakan padaku, siapa orang yang bisa
Bebas dari penyakit cinta?(syair Qais)

Cinta dapat engkau pahami melalui perasaan dari dalam hatimu, cinta hadir kepada siapa  saja yang dia kehendaki, meskipun kita jarang berbicara kepadanya, jarang bersua dengannya.



manifesto cinta bukan hadir melalui raga yang harus didekap setiap harinya, bahkan bila dia telah tiada didunia ini, kita akan menelusuri jejak – jejak orang yang pernah hadir dalam hati kita.

Aku melewati dinding ini, dinding Layla.
Dan aku mencium tembok ini dan dinding yang ini.
Bukan Cinta dari rumah-rumah yang telah mengambil hatiku.
Tapi Dia yang berdiam di rumah-rumah


Hargailah cinta, bukan melalui kehadiran raga dalam dekapan kita, bukan melalui suara yang kita dengar, bukan melalui kulit yang kita sentuh, hargailah cinta dengan tidak melanggar apa yang dilarang oleh pemilik cinta itu sendiri, Tuhan kita, disana engkau akan merasa bahagia meski kita tidak sempat mengucapkan kata cinta kepada dirinya.

Disinilah keagungan yang berdiri diatas cinta layla dan majnun, yang melegenda lebih dari 1000 tahun, cinta mereka bukan cinta kosong tentang kepemilikan raga, dan soal pemuasan hasrat seksual belaka, mereka saling mencintai tanpa meninggalkan norma sosial dan agama yang hadir dalam kehidupan mereka, seperti yang dijelaskan sigmund freud, Super ego (Das Ueber Ich) yaitu kekuatan moral dan etik dari kepribadian  mereka telah menguasai id (Das Es) dan ego (Das Ich)  mereka, bukan seperti para pecinta masa kini, yang berkuasa atas raga adalah id (kebutuhan dasar) yang menguasai ego dan super ego.

resapilah makna cinta Qais berikut ini :

Kerabat dan handai- taulanku mencela
Karena aku telah dimabukkan oleh dia
Ayah, putera- putera paman dan bibik
Mencela dan menghardik aku
Mereka tak bisa membedakan cinta dan hawa nafsu
Nafsu mengatakan pada mereka, keluarga kami berseteru
Mereka tidak tahu, dalam cinta tak ada seteru atau sahabat
Cinta hanya mengenal kasih sayang
Tidakkah mereka mengetahui?
Kini cintaku telah terbagi
Satu belahan adalah diriku
Sedang yang lain ku berikan untuknya
Tiada tersisa selain untuk kami

Wahai burung- burung merpati yang terbang diangkasa
Wahai negeri Irak yang damai
Tolonglah aku !
Sembuhkan rasa gundah- gundah yang membuat kalbu tersiksa
Dengarkanlah tangisanku
Suara batinku

Waktu terus berlalu, usia makin dewasa
Namun jiwaku yang telah terbakar rindu
Belum sembuh jua
Bahkan semakin parah

Bila kami ditakdirkan berjumpa
Akan kugandeng lengannya
Berjalan bertelanjang kaki menuju kesunyian
Sambil memanjatkan doa- doa pujian kepada Allah SWT
Ya Raab, telah kujadikan dia
Angan- angan dan harapku
Hiburlah diriku dengan cahaya matanya
Seperti Kau hiasi dia untukku
Atau buatlah dia membenciku
Dan keluarganya dengki padaku
Sedang aku akan tetap mencintainya
Meski sulit aku rasa

Mereka mencela dan menghina diriku
Dan mengatakan aku hilang ingatan
Sedang dia sering terdiam mengawasi bintang
Menanti kedatanganku

Aduhai, betapa mengherankannya
Orang- orang mencela cinta
Dan menganggapnya sebagai penyakit
Yang meluluh- lantakan dinding ketabahan

Aku berseru pada singgahsana langit
Berikan kami kebahagiaan dalam cinta
Singkaplah tirai derita
Yang selalu membelenggu kalbu

Bagaimana mungkin aku tidak gila
Bila melihat gadis bermata indah
Yang wajahnya bak matahari pagi bersinar cerah
Menggapai balik bukit, memecah kegelapan malam
Keluarga berkata
Mengapakah hatinya wahai ananda?
Mengapa engkau mencintai pemuda
Sedang engkau tidak melihat harapan untuk bersanding dengannya
Cinta, kasih dan sayang telah menyatu
Mengalir bersama aliran darah di tubuhku

Cinta bukankah harapan atau ratapan
Walau tiada harapan, aku akan tetap mencintainya
Sungguh beruntung orang yang memiliki kekasih
Yang menjadi karib dalam suka maupun duka
Karena Allah akan menghilangkan
Dari kalbu rasa sedih, bingung dan cemas
Aku tak mampu melepas diri
Dari jeratan tali kasih asmara
Karena surga menciptakan cinta untukku
Dan aku tidak mampu menolaknya

Sampaikan salamku kepada dia,
wahai angin malam
Katakan, aku akan tetap menunggu

Hingga ajal datang menjelang

TETANGGAKU KAY, SEORANG GAY



Suasana sore yang nyaman di sebuah gang perumahan, anak – anak bermain dengan gembira, dan para orang tua sedang sibuk merumpi di teras rumah masing – masing bersama tetangga mereka yang berkunjung ditemani gorengan dan teh manis.

“kamu pernah dengar desas – desus tentang Nugroho?” tanya Reza membuka pembicaraan dengan Tomi diteras rumah Tomi.

“belum dengar, desas – desus tentang apa?” tanya Tomi ingin tahu.

”Nugroho itu seorang homo, nama panggilannya Kay dikalangan mereka”

“terus jika dia seorang homo, kenapa?” tanya Tomi.

“ya berbahaya bagi lingkungan ini, coba misalnya suatu hari dia melamar kamu?”

“berbahaya bagaimana, aku sering kerumah dia kok, nonton bola tengah malam, dan tidak diapa – apain sama dia” bantah Tomi.

“masa?”

“lah iya, bahkan sering sampai ketiduran dirumah dia sampai pagi, ngga pernah dia menyentuh diriku”

“ mungkin karena kamu sudah berumur, jadi tidak menarik bagi dia” kata Reza sambil terkekeh.

“Dasar” kata Tomi sambil melempar kerak gorengan ke arah Reza.

“Lagipula, sebagai tetangga yang baik, kita harus menghormati privasi dia dong, suka – suka dia mau lakuin apa dirumahnya, tidak usah sok sucilah, mau dia bawa pasangan homonya kerumah, itu urusan dia, kita harus menghormati kehidupan pribadinya, hidup kita dilingkungan ini selama ini damai – damai saja kok” lanjut Tomi.

“susah ngomong sama kamu, dikit – dikit bicara sok suci, dikit – dikit bicara harus menghormati kehidupan pribadi orang lain, padahal sebagai orang yang hidup bertetangga, kedamaian yang terjadi di lingkungan kita itu karena usaha kita menjaganya, demi masa depan anak – anak kita, segala upaya yang merusak kedamaian itu selalu kita tanggulangi bersama, makanya sering – sering ikut wiridan, gotong royong, poskamling, bukan nonton bola dibanyakin” balas Reza.

“lho, diriku kan sudah membayar semua iuran, iuran kematian, iuran wiridan, iuran gotong royong, iuran poskamling, jadi kalo tidak hadir kan tidak masalah, sudah diwakili oleh rupiah” kata Tomi dengan cuek.

“Hm...” Reza menghela nafas panjang setelah berdebat dengan Tomi, dia sudah kehilangan kata – kata.

***

Tengah malam itu, siaran pertandingan sepak bola sedang berlangsung di televisi dirumah Kay, para suporter pendukung masing – masing kesebelasan sedang bersorak dan saling mengejek lawannya, pertandingan berlangsung seru, dan harus berhenti saat jeda.

Tomi merasa haus, dia pergi kedapur Kay untuk mengambil minuman dingin, sampai disana ia melihat Kay sedang membuka kulkas dan juga mengambil minuman dingin dari dalamnya.
“banyak temanmu datang, Kay” kata Tomi.

“Ya begitulah, menjadi tempat berkumpul” jawab Kay sambil tersenyum.

“pria muda semua nih yang datang”

“sengaja aku undang, aku lebih suka berteman dengan brondong tanggung daripada berteman dengan orang – orang yang lebih tua”, Kay tertawa setelah mengucapkan kalimat tersebut, sambil mengedipkan matanya kepada Tomi.

Tomi tertegun mendengar perkataan Kay, sejenak pikirannya kembali ke masa lalu mengenang percakapannya dengan Kay.

“Aku itu menjadi gay mungkin semenjak dari bayi” kata Kay ditengah siaran pertandingan bola.

“lho, kok bisa kamu menjadi gay semenjak dari bayi?” tanya Tomi.

“karena aku dibesarkan oleh orang tua yang seorang gay, dan hidup serumah dengan pasangannya”

“jadi, kamu pernah diperkosa oleh orang tuamu?” tanya Tomi lagi.

“oh, nggak pernah malahan, malah mereka menyayangiku, tapi kehidupan mereka yang gay membuatku berpikir, bahwa homoseksualitas itu adalah realitas yang nyata”.

“seperti dirimu yang aku lihat, kamu mirip dengan kedua orang tuaku, meskipun kamu menikah dengan wanita, namun aku merasa jika kamu bisa menerima kalau anakmu menjadi seorang gay” kata Kay.

“mungkin iya, mungkin tidak, yang penting urusan kebahagiaan kamu itu urusan masing – masing, dan aku tidak peduli”. Jawab Tomi tidak yakin.

 Tiba – tiba Kay membelai bahu Tomi, membangunkan lamunan Tomi tentang percakapan mereka dimasa silam.

“Tomi, pertandingan bolanya sudah dimulai”.

“oh iya, sudah mau mulai ya?”

Merekapun kembali ke ruang tengah, menonton pertandingan bola yang sedang berlangsung kembali.

***

“Aduh, sakit ibu” teriak Adit kepada ibunya dikamar mandi.

“Kenapa nak?” tanya Sumi, istri Tomi, kepada Adit sambil berlari dari dapur menuju kamar mandi.

Ceceran darah menetes membasahi lantai kamar mandi, darah segar yang baru saja keluar dari luka yang berasal dari celana Adit, buru – buru Sumi membuka celana Adit, dan dia menjerit melihat luka menganga pada bokong Adit.

Tomi yang saat itu duduk didepan, berlari ke kamar mandi untuk melihat apa yang sedang terjadi, tiba – tiba lututnya lemas tak berdaya melihat anak kesayangannya terluka seperti ditusuk benda tumpul pada bagian bokongnya.

“Siapa yang melakukannya, nak?” tanya Tomi sambil tersedak sedih menahan tangisannya.

“Om Nugroho, pa...” kata Adit sambil menangis menahan sakit.

“Kapan dia melakukannya?”

“tadi siang, sepulang sekolah, Adit dipanggil om Nugroho, sambil menawarkan duit dan permen”

Tiba – tiba dunia menjadi gelap bagi Tomi, dan diapun teringat percakapannya dengan Kay beberapa waktu yang lalu.

“seperti dirimu yang aku lihat, kamu mirip dengan kedua orang tuaku, meskipun kamu menikah dengan wanita, namun aku merasa jika kamu bisa menerima kalau anakmu menjadi seorang gay” kata Kay.


*T A M A T*

Foto terkutuk dan altar suci



Kemiskinan memang makanan empuk bagi orang – orang pemuja humanisme, gelas – gelas sampanye mereka yang senantiasa terisi saat pesta – pesta amal ataupun penyerahan penghargaan terhadap karya fotografi terbaik, mereka menjual tangisan – tangisan kelaparan dunia ketiga kepada penduduk dunia pertama dan dunia kedua dalam poros utara – utara untuk menuai simpati memperoleh penghargaan tertinggi atas karya mereka.

Tak terhitung sudah berapa milyar dollar habis dalam transaksi jual beli kemiskinan ini, lewat penjualan konsep – konsep yang mereka sebut “pengentasan kemiskinan” dari kampus – kampus mereka, lewat penjualan kampanye – kampanye “penghapusan kemiskinan” para kepala negara dunia ketiga, lewat platinum award penjualan album bertema kemiskinan, lewat putlizer award fotografi terbaik tentang kemiskinan, lewat peningkatan jumlah oplah surat kabar terjual dengan berita kemiskinan yang menguras air mata pembaca.

Aku tidak menyalahkan musisi yang berkarya menyuarakan kemiskinan ditengah kemakmuran masyarakat, aku tidak menyalahkan surat kabar yang memberitakan realitas orang – orang yang hampir mati kelaparan, aku tidak menyalahkan realitas foto bahwa kematian hadir ditengah mata dalam selembar foto.

Yang aku sesalkan adalah, saat para orang beragama merayakan kebahagiaan berbagi kurban di hari raya idul adha antara yang bekurban dan yang menerima kurban seolah saudara kandung yang lama terpisah, saat malam – malam menjelang idul fitri para petugas zakat mengetuk pintu janda, orang miskin dan anak yatim untuk membagikan zakat, dan sedikitpun mereka tidak memikirkan apa yang mereka lakukan karena takut berbuat riya...

Tiba – tiba kaum pemuja humanisme datang membawa berita mereka, foto mereka, musik mereka, sastra mereka menyalahkan moral orang yang beragama bahwa mereka tidak punya nurani terhadap pelacur disini dan disana, orang – orang busung lapar yang hampir mati, dan sebagainya, bertindak sebagai hakim bukan sebagai pembawa berita, “orang beragama munafik”, dinegara beragama, moral dipertanyakan bukan tindakan, kata para humanisti.

Entah ada hubungan apa antara munafik dengan kemiskinan? Tentu saja orang – orang beragama terkejut, karena mungkin fokus mereka membantu orng yang dekat dengan lingkungan mereka untuk dibantu pertama kali, bukan untuk orang yang jauh lokasinya dari mereka.

Apa yang kusebut dialog – dialog antara dua pihak tidak terjadi, kaum pemuja humanisme telah bertindak sebagai hakim agung dari negeri suci belahan utara, yang menimbulkan antipati kaum agamis kepada mereka, kaum pemuja humanisme membawa setitik konflik diantara sejuta keharmonisan nusantara yang bernama, syiah sampang, ahmadiyah, dan kasus – kasus lainnya, seolah mereka malaikat suci.

Adakah kantor mereka, rumah mereka, gaji mereka dipergunakan untuk membantu orang – orang yang mereka sebut minoritas? Atau mereka hanya menjual kasus dinegeri ini demi mendapatkan nobel perdamaian untuk mengisi lemari mereka? Solusi apa yang mereka tawarkan untuk mengatasi realitas kemiskinan?

Tak kulihat bagaimana aktifis humanisme berjuang menghapus tembok yahudi di Israel, kelaparan di rohingnya, kemiskinan akut di papua nugini dan timor leste, entah kenapa fokus mereka hanya terpaku kepada negara - negara yang sudah stabil.

Bahkan kurasa erasmus pun menangis dalam kuburnya, melihat humanisme yang dia kemukakan dijadikan bisnis oleh kaum pemujanya, ngomong – ngomong soal erasmus, entah kenapa aku tertawa melihat realitas kemunafikan kaum pemuja humanisme, dinegeri asal erasmus, kesetaraan antar penduduk sangat dihargai, kecuali untuk inlander – inlander yang berada disebuah negeri bernama “hindia belanda”

Ku kutip perkataan terakhir kevin carter, pemenang putlizer 1993 yang melahirkan foto fenomenal sampai saat ini, namun akhirnya bunuh diri, karena tekanan batin nurani manusia menghujam seluruh tubuhnya saat teringat obyek fotonya dicabik – cabik burung bangkai dan dia tidak menolong anak tersebut sedikitpun.


"I'm really, really sorry. The pain of life overrides the joy to the point that joy does not exist... depressed ... without phone ... money for rent ... money for child support ... money for debts ... money!!! ... I am haunted by the vivid memories of killings and corpses and anger and pain ... of starving or wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners ... I have gone to join Ken if I am that lucky."

He said: Dear God,
I promise I will never waste my food no matter how bad it can taste and how full I may be. I pray that He will protect this little boy, guide and deliver him away from his misery. I pray that we will be more sensitive towards the world around us and not be blinded by our own selfish nature and interests.  
I hope this picture will always serve as a reminder to us that how fortunate we are and that we must never ever take things for granted.
Please don’t break.. keep on forwarding to our friends On this good day. Let’s make a prayer for the suffering in anywhere anyplace around the globe and send this friendly reminder to others “Think & look at this… when you complain about your food and the food we wasted daily……..

Total Pageviews

Followers

Archive

 

© 10-5-2014 Empuss miaww. All rights resevered. Designed by Diubah karena banyak script anehnya

Back To Top