Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku (Adz Dzariyat : 56)
Selain permasalahan “surga
– neraka”, atheis merasa ketiadaan Tuhan karena surga yang terlalu kecil untuk
menampung seluruh manusia, terlalu banyak manusia yang akhirnya akan berakhir
menuju neraka, ini menurut saya pencarian yag sangat aneh, mereka menuntut kaum
beragama untuk berpikir secara logika dan sistematis, namun sayang sekali,
mereka menampakkan perasaan mereka kedalam alur berpikir mereka, apakah mereka
yang melakukan kesalahan pencarian ataukah pikiran mereka di permainkan oleh
perasaan mereka?
Kesimpulan akhir bahwa
mengapa hanya sebahagian manusia masuk ke surga, menandakan kefrustasian mereka
selama proses pencarian, mereka tidak mengetahui mengapa mereka sudah terlanjur
tercipta, mereka melepaskan diri dari hukum – hukum agama yang membelenggu
manusia, mereka percaya bahwa kebaikan akal budi berdasarkan pada sifat manusia
yang menyukai kebaikan… (deuh indahnya,,, xixixi).
Padahal fenomena
mengapa manusia tercipta, dan mengapa alam tercipta adalah suatu hal yang
menandakan bahwa manusialah sebagai objek pelakunya bukan sebagai subyek
pelakunya. Manusia tercipta untuk beribadah kepada Tuhan dan alam menjadi
sarana untuk beribadah kepada Tuhan. Manusia sudah tercipta itu hal yang telah
terjadi, tinggal mencari alasan mengapa mereka harus tercipta di alam dunia
ini.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan lanjut dan bumi
(seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.3:190-191)
Saat mereka mulai
merasa telah lepas dari agama, kemudian merekapun berpikir, bahwa alam ini mampu
tercipta dengan sendirinya. Setiap penemuan terbaru dari ilmu pengetahuan
selalu menambah keyakinan mereka bahwa alam ini mampu melepaskan diri dari hukum –
hukum Tuhan beralih menuju hukum
–
hukum yang telah ditemukan oleh manusia.
Secara tidak langsung mereka telah mengatakan “hal yang terbesar untuk diriku
adalah kemampuan akalku untuk menjelaskan apapun yang terjadi pada dunia ini”
yang saya singkat sebagai “tuhanku adalah akal dan budiku”.
Keseimbangan yang terjadi
di dalam alam raya bagi mereka bukanlah tanda – tanda keberadaan Tuhan yang
mengatur alam ini agar tetap bergerak
sesuai koridor yang berlaku (Sunatullah). Keberadaan Tuhan menurut pengembangan
hasil berpikir mereka, haruslah suatu dzat yang dapat di terima oleh panca
indera mereka.
Secara tidak langsung
mereka menghina Tuhan dengan mengatakan bahwa Tuhan adalah dzat yang sama
dengan apa yang ada di alam semesta. Secara tidak langsung mereka berkata bahwa
Tuhanpun harus tunduk pada hukum – hukum yang berlaku di alam ini. Bukan terlepas
dari dzat – dzat yang membentuk alam dunia ini. Tuhan haruslah bisa masuk
kedalam akal mereka, dapat terlihat dan dapat terukur. Bilangan – bilangan tidak
terhingga akan lebih besar dari Tuhan itu sendiri. Naudzubillah min dzalik….
Kaum atheis,,, kapankah
logikamu tidak berdasarkan kepada perasaanmu?
Sekedar tulisan tanpa
referensi,,, untuk konsumsi pribadi bukan di perdebatkan ^_^
0 komentar:
Post a Comment