"Kamu pikir tempat ini punya nenek moyang mu?" Suara Bang Tagor menggelegar di pasar Dupa siang ini, membuat takut orang - orang yang sedang berada di pasar itu. Urat - urat lehernya mengembang seiring dengan kemarahannya.
"maaf bang, saya Cuma orang baru dipasar ini" jawab Aminah dengan lugu.
"Maaf - maaf, eh, harusnya kamu tahu, kalau mau jualan di sini harus bayar uang keamanan"
"tapi saya baru mulai jualan, bang. Belum laku dagangan saya"
"Banyak alasan"
"Brak!!!"
Bang Tagor menendang kue - jue dagangan Aminah, kemudian dia pergi dari hadapan Aminah, kue - kue tersebut berserakan di jalanan, tidak bisa dijual kembali.
Dengan sedih dipungutnya kue - kue yang tercecer dijalanan, memasukkannya kedalam keranjang, dan kembali pulang kerumahnya, di ikuti tatapan kasihan dari orang - orang yang berkumpul melihat kejadian tadi.
***
"Assalamualaikum" salam Indah yang baru pulang dari sekolahnya.
"Waalaikumsalam" jawab Aminah sambil tersenyum melihat putrinya.
"Ibu cepat sekali pulangnya?" Tanya Indah.
"Iya, tadi kue ibu di tendang sama preman pasar, jadi tidak bisa dijual"
"lho, kok bisa, bu?"
"yah, namanya juga preman, nak. Dia minta uang keamanan, dan ibu baru saja jualan, tidak ada uang untuk di setor ke preman itu"
"Indah benci sama preman itu!!!" teriak Indah dengan penuh amarah.
" sudahlah, ikhlaskan saja" jawab ibunya sambil tersenyum.
Rintik - rintik hujan mulai turun diatas rumah kontrakan kecil Aminah, matanya memandang ke luar rumah, melihat tetesan - tetesan air yang membasahi bumi setelah teriknya matahari yang memanggang siang tadi.
Ingatannya mulai kembali saat dia baru saja kehilangan suaminya dalam sebuah kecelakaan ditempat kerja, betapa sulit saat dia ingin memulangkan jenasah suaminya dari sebuah rumah sakit yang menuntut Aminah untuk membayar sejumlah uang pengganti pengobatan suaminya, terpaksa satu persatu perhiasan yang telah dikumpulkannya digadaikan agar jenasah suami tercintanya bisa segera dimakamkan, bahkan saudara - saudar iparnya tidak ada yang berniat untuk menolong kesulitan yang tengah keluarga Aminah hadapi.
Kesulitannya tidak berhenti sampai di situ, setelah pemakaman suaminya, keluarga suaminya kembali datang untuk menagih hutang, hutang - hutang yang dia yakin tidak pernah dilakukan mendiang suaminya, mereka ingin menyita harta satu - satunya peninggalan dari pernikahannya, sepetak rumah tempat dia berdiam bersama mendiang suami dan seorang putri tunggalnya.
Aminah berusaha sekuat tenaga mempertahankan peninggalan satu - satunya mendiang suaminya, namun dengan kelicikan, Aminah terpaksa harus keluar dari rumah itu, terlunta - lunta mencari rumah tempat ia dan putri kecilnya tinggal. Semua pekerjaan dia lakukan agar dia dan anaknya tidak kelaparan, dan yang terpenting baginya dia bisa menyekolahkan putrinya.
"Ibu sedang mikirin apa?" Tanya Indah
"Oh, tidak mikirin apa - apa, Indah" jawab aminah sambil tersenyum.
"Yuk, bantu ibu ke belakang, kita buat kue untuk di jual lagi besok" ajak Aminah sambil bangkit menuju dapur.
***
Indah terbangun tengah malam, saat lantunan suara Ibunya berdoa setelah Qiyamul lail, dipan tempat Indah tidur memang berada disamping ibunya mendirikan Qiyamul lail, doa - doa yang dibacakan oleh Ibunya membuatnya terharu, betapa besar cinta Ibunya kepada dirinya.
"Indah sudah bangun?" Tanya Aminah kepada putrinya saat selesai berdoa.
"Iya, bu..." jawab Indah
"terus kenapa menangis?"
"Indah mendengar doa - doa yang ibu panjatkan tadi, Ibu sangat memperhatikan Indah, namun,,,"
"Namun, kenapa?" Tanya Aminah dengan lembut.
"Kenapa Ibu tidak mendoakan saja agar Preman pasar dan keluarga Ayah agar cepat mati, bu? Mereka sudah berkali - kali menyakiti kita. Bukankah tidak ada penghalang dari doa yang kita panjatkan dengan Allah untuk orang - orang yang dizalimi seperti kita..."
"Oh, begitu" jawab Aminah dengan tersenyum.
"justru Ibu merasa saat kita dizalimi oleh orang lain, dan doa - doa ibu tidak terhijabkan, Ibu merasa jauh lebih baik mendoakan putri Ibu menjadi anak yang sholihah dan sukses dunia akhirat, untuk apa kita menyimpan dendam dalam hati? Bukankah memaafkan jauh lebih baik, toh apa yang mereka dapatkan adalah harta yang haram, yang tumbuh menjadi darah dan daging mereka. Balasan untuk mereka sudah ada, namun mungkin bukan di dunia mereka terima" jelas aminah.
"hayo, sebentar lagi mau masuk waktu subuh, ayo Indah Qiyamul lail dulu" kata Ibunya sambil mengecup kening putrinya.
***
0 komentar:
Post a Comment