Tulisan ini tidak membahas mengenai atheism dan theism, murni sebagai
sebuah opini yang subyektif berdasarkan pola pikir penulis.
Seringkali filsafat digunakan untuk memahami agama, dengan tujuan untuk
mengetahui apakah agama itu bisa masuk kedalam akal ataukah tidak, didalam
filsafat, akal lah yang menjadi tolak ukur untuk memahami segala sesuatu sesuai
jalur logika dan pola berpikir manusia. Filsafat berfungsi untuk membedah
sebuah ilmu atau kepercayaan sampai hal yang sedetil - detilnya, hingga rasa
ingin tahu manusia tidak ada lagi.
Contoh kecil dari penggunaan filsafat dalam agama adalah “personifikasi
wujud Tuhan” atau menggambarkan wujud Tuhan dalam kehidupan nyata berdasarkan
dengan kitab suci, keterangan para ahli agama, ataupun melalui perintah –
perintahNYA dalam kitab suci.
Rasa rasionalitas manusia membayangkan bahwa jika Tuhan sesuai dengan
apa yang didengarkan lewat ceramah – ceramah agama maka wujudNYA adalah sebagai
Dzat yang maha baik dan sekaligus bertentangan dengan sifatnya yang maha
pendendam dan kejam terhadap penentang ajaranNYA, di situ filsafat telah
berhenti berpikir bahwa Tuhan seharusnya adalah perwujudan konsepsi yang
terlepas dari sifat – sifat manusia sebagai hambaNYA.
Jika Tuhan terlepas dari sifat – sifat yang dimiliki oleh manusia,
apakah beda Tuhan dengan segenggam batu yang diam, tidak memiliki emosi dan
terlepas dari apa yang ada di dunia ini? Ataukah juga seperti matahari yang
Cuma beredar dari pagi hingga petang hanya untuk mengawasi aktivitas manusia. sedangkan
bagi agama, wujud Tuhan bersifat ghaib, sebuah hal yang tidak boleh dibayangkan
dan dipersamakan DZATNYA dengan hamba.
Namun, mungkin disitulah letak kelemahan dari filsafat dalam memahami Tuhan.
Di dalam agama, untuk studi kasus islam sebagai agama yang saya anut, hal yang
harus menjadi dasar untuk mendekati Tuhan ada 3 hal, yaitu islam ( perbuatan
lahiriyah), iman (keyakinan akan perintah dari Tuhan) dan ihsan (merasa sebagai
hamba dan selalu diawasi oleh Tuhan). Lebih lanjut dapat dibaca dalam 40 hadist
arbain karya Imam An Nawawi.
Kembali kepada personifikasi Tuhan berdasarkan sifatnya, sesuai agama,
maka kita harusnya menggunakan kombinasi akal dan hati dalam beribadah kepada
Tuhan, dan melakukan segala sesuatu. keyakinan bahwa segala perbuatan itu
haruslah berakibat baik dan buruk yang akan kembali kepada manusia sendiri,
jika Tuhan dilukiskan sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang, maka hal itu
sebagai sifatNYA yang baik untuk setiap hambanya yang senantiasa beribadah dan
beraktifitas sesuai dengan perintahNYA.
Jika Tuhan digambarkan sebagai pendendam dan bengis, maka itu adalah
sebagai konsekuensi untuk manusia yang menentang segala perintahNYA dan
melanggar bahkan mempermainkan hukum – hukumNYA yang telah diturunkan kepada
manusia lewat utusanNYA.
Tuhan sebagai pendendam lebih menakutkan bagi bayangan kita daripada
Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun hal pertama sebagai manusia
yang harus kita sadari adalah, posisi kita di dunia dan segala isinya ini
adalah sebagai hamba ataukah tuan pemilik dunia dan isinya, jika sebagai hamba,
maka apakah Pencipta alam semesta ini dengan segala isinya rela, untuk :
1.
mempersekutukanNYA dengan mahluk yang juga ciptaanNYA seperti kita
manusia, berupa pohon, matahari, bulan dsbnya?
2.
Disaat Tuhan memanggil kita melalui seruanNYA untuk beribadah, maka kita
lebih senang untuk berbuat maksiat dan zina ?
3.
Disaat Dia menciptakan kita berpasangan, kita lebih senang untuk mencari
lawan sejenis yang jelas diharamkanNYA untuk digauli, padahal dalam akal kita,
cinta sejenis itu adalah hal yang bisa di perbaiki, karena Cuma tergantung oleh
hormon dan nafsu belaka.
4.
Disaat kita disuruh mempelajari alam beserta isinya, sebagai rasa syukur
sebagai hamba, tiba – tiba kita mengatakan dengan lantang “Tuhan tidak ada,
alam semesta ini tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan Tuhan.
5.
Semua hal yang kita nikmati secara gratis ini, baik yang beragama maupun
yang tidak beragama, udara, pemandangan, pendengaran, dsb tidak kita syukuri,
malah kita lebih memikirkan permasalahan kecil dalam hidup kita, seperti putus
cinta, kehilangan harta benda, dsb dengan cara memaki – maki Tuhan sebagai
tidak adil.
6.
Jika kita adalah pemakai, bukan pemilik, alam beserta isinya, tentu saja
Tuhan akan menurunkan aturan – aturan dariNYA bagaimana kita hidup dan
memaksimalkan alam beserta isinya sesuai apa yang dikehendakiNYA.
Ya, benar dalam akal yang bersumber dari tangkapan segenap panca indera
kita, kita kurang menangkap kehadiran Tuhan, sehingga tidak terdeteksi oleh
“peralatan – peralatan canggih” kita. Semua hal yang tidak masuk kedalam logika
kita maka hal tersebut sebagai bullshit alias omong kosong. Tuhan tidak tampak
dalam mata kita, Tuhan tidak terdengar oleh telinga kita, Tuhan tidak terasa
oleh kulit kita, sebagaimana filsafat menggunakan akal, maka Tuhan menurut
beberapa filsafater tidak ada.
Namun sayangnya Filsafat tidak mengenal penggunaan hati sebagai sensor
keberadaan Tuhan dalam tubuh kita, didalam agama, fungsi hati dan fungsi akal
saling bahu – membahu berkerja sama mengoptimalkan kemampuan kita sebagai
manusia, hati menjaga akal agar tetap berpikir jernih, akal menjaga hati agar
tidak mengikuti segala hal sesuai nafsu dasar saja sebagai manusia.
Maka jika wujud Tuhan di personifikasikan menurut ajaran agama, maka kolaborasi
hati dan akal seharusnya dapat merasakan keberadaan Tuhan dalam segenap
kehidupan kita, kita mengerti mengapa DIA begitu murka terhadap ulah manusia,
mengapa DIA begitu besar Kasih dan SayangNYA kepada manusia yang dianggapNYA
sebagai hambaNYA, bukan hanya sebagai ritual lahiriah saja ( islam ), bukan
hanya sebagai sebuah keyakinan saja ( iman ) namun juga dalam setiap derap
langkah kita dan kehidupan kita akan merasakan kehadiran Tuhan ( ihsan ) untuk
melaksanakan amal makruf nahi mungkar, dan beribadah kepadaNYA sekaligus
melaksanakan kerja social kepada sesama manusia.
Soal wujud Tuhan yang nyatanya? Tenang saja, sebagai manifestasi iman
(percaya kepada hari akhir) kita akan berjumpa DIA di yaumil akhir untuk
mempertanggung jawabkan perbuatan kita di dunia ini (yang jelas adalah
milikNYA, bukan milik manusia)
Wallahualam bissawab.
0 komentar:
Post a Comment