Thursday, May 30, 2013

filsafat dan agama

7:41 AM


Tulisan ini tidak membahas mengenai atheism dan theism, murni sebagai sebuah opini yang subyektif berdasarkan pola pikir penulis.

Seringkali filsafat digunakan untuk memahami agama, dengan tujuan untuk mengetahui apakah agama itu bisa masuk kedalam akal ataukah tidak, didalam filsafat, akal lah yang menjadi tolak ukur untuk memahami segala sesuatu sesuai jalur logika dan pola berpikir manusia. Filsafat berfungsi untuk membedah sebuah ilmu atau kepercayaan sampai hal yang sedetil - detilnya, hingga rasa ingin tahu manusia tidak ada lagi.

Contoh kecil dari penggunaan filsafat dalam agama adalah “personifikasi wujud Tuhan” atau menggambarkan wujud Tuhan dalam kehidupan nyata berdasarkan dengan kitab suci, keterangan para ahli agama, ataupun melalui perintah – perintahNYA dalam kitab suci.

Rasa rasionalitas manusia membayangkan bahwa jika Tuhan sesuai dengan apa yang didengarkan lewat ceramah – ceramah agama maka wujudNYA adalah sebagai Dzat yang maha baik dan sekaligus bertentangan dengan sifatnya yang maha pendendam dan kejam terhadap penentang ajaranNYA, di situ filsafat telah berhenti berpikir bahwa Tuhan seharusnya adalah perwujudan konsepsi yang terlepas dari sifat – sifat manusia sebagai hambaNYA.

Jika Tuhan terlepas dari sifat – sifat yang dimiliki oleh manusia, apakah beda Tuhan dengan segenggam batu yang diam, tidak memiliki emosi dan terlepas dari apa yang ada di dunia ini? Ataukah juga seperti matahari yang Cuma beredar dari pagi hingga petang hanya untuk mengawasi aktivitas manusia. sedangkan bagi agama, wujud Tuhan bersifat ghaib, sebuah hal yang tidak boleh dibayangkan dan dipersamakan DZATNYA dengan hamba.

Namun, mungkin disitulah letak kelemahan dari filsafat dalam memahami Tuhan. Di dalam agama, untuk studi kasus islam sebagai agama yang saya anut, hal yang harus menjadi dasar untuk mendekati Tuhan ada 3 hal, yaitu islam ( perbuatan lahiriyah), iman (keyakinan akan perintah dari Tuhan) dan ihsan (merasa sebagai hamba dan selalu diawasi oleh Tuhan). Lebih lanjut dapat dibaca dalam 40 hadist arbain karya Imam An Nawawi.

Kembali kepada personifikasi Tuhan berdasarkan sifatnya, sesuai agama, maka kita harusnya menggunakan kombinasi akal dan hati dalam beribadah kepada Tuhan, dan melakukan segala sesuatu. keyakinan bahwa segala perbuatan itu haruslah berakibat baik dan buruk yang akan kembali kepada manusia sendiri, jika Tuhan dilukiskan sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang, maka hal itu sebagai sifatNYA yang baik untuk setiap hambanya yang senantiasa beribadah dan beraktifitas sesuai dengan perintahNYA.

Jika Tuhan digambarkan sebagai pendendam dan bengis, maka itu adalah sebagai konsekuensi untuk manusia yang menentang segala perintahNYA dan melanggar bahkan mempermainkan hukum – hukumNYA yang telah diturunkan kepada manusia lewat utusanNYA.

Tuhan sebagai pendendam lebih menakutkan bagi bayangan kita daripada Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun hal pertama sebagai manusia yang harus kita sadari adalah, posisi kita di dunia dan segala isinya ini adalah sebagai hamba ataukah tuan pemilik dunia dan isinya, jika sebagai hamba, maka apakah Pencipta alam semesta ini dengan segala isinya rela, untuk :

1.       mempersekutukanNYA dengan mahluk yang juga ciptaanNYA seperti kita manusia, berupa pohon, matahari, bulan dsbnya?
2.       Disaat Tuhan memanggil kita melalui seruanNYA untuk beribadah, maka kita lebih senang untuk berbuat maksiat dan zina ?
3.       Disaat Dia menciptakan kita berpasangan, kita lebih senang untuk mencari lawan sejenis yang jelas diharamkanNYA untuk digauli, padahal dalam akal kita, cinta sejenis itu adalah hal yang bisa di perbaiki, karena Cuma tergantung oleh hormon dan nafsu belaka.
4.       Disaat kita disuruh mempelajari alam beserta isinya, sebagai rasa syukur sebagai hamba, tiba – tiba kita mengatakan dengan lantang “Tuhan tidak ada, alam semesta ini tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan Tuhan.
5.       Semua hal yang kita nikmati secara gratis ini, baik yang beragama maupun yang tidak beragama, udara, pemandangan, pendengaran, dsb tidak kita syukuri, malah kita lebih memikirkan permasalahan kecil dalam hidup kita, seperti putus cinta, kehilangan harta benda, dsb dengan cara memaki – maki Tuhan sebagai tidak adil.
6.       Jika kita adalah pemakai, bukan pemilik, alam beserta isinya, tentu saja Tuhan akan menurunkan aturan – aturan dariNYA bagaimana kita hidup dan memaksimalkan alam beserta isinya sesuai apa yang dikehendakiNYA.

Ya, benar dalam akal yang bersumber dari tangkapan segenap panca indera kita, kita kurang menangkap kehadiran Tuhan, sehingga tidak terdeteksi oleh “peralatan – peralatan canggih” kita. Semua hal yang tidak masuk kedalam logika kita maka hal tersebut sebagai bullshit alias omong kosong. Tuhan tidak tampak dalam mata kita, Tuhan tidak terdengar oleh telinga kita, Tuhan tidak terasa oleh kulit kita, sebagaimana filsafat menggunakan akal, maka Tuhan menurut beberapa filsafater tidak ada.

Namun sayangnya Filsafat tidak mengenal penggunaan hati sebagai sensor keberadaan Tuhan dalam tubuh kita, didalam agama, fungsi hati dan fungsi akal saling bahu – membahu berkerja sama mengoptimalkan kemampuan kita sebagai manusia, hati menjaga akal agar tetap berpikir jernih, akal menjaga hati agar tidak mengikuti segala hal sesuai nafsu dasar saja sebagai manusia.

Maka jika wujud Tuhan di personifikasikan menurut ajaran agama, maka kolaborasi hati dan akal seharusnya dapat merasakan keberadaan Tuhan dalam segenap kehidupan kita, kita mengerti mengapa DIA begitu murka terhadap ulah manusia, mengapa DIA begitu besar Kasih dan SayangNYA kepada manusia yang dianggapNYA sebagai hambaNYA, bukan hanya sebagai ritual lahiriah saja ( islam ), bukan hanya sebagai sebuah keyakinan saja ( iman ) namun juga dalam setiap derap langkah kita dan kehidupan kita akan merasakan kehadiran Tuhan ( ihsan ) untuk melaksanakan amal makruf nahi mungkar, dan beribadah kepadaNYA sekaligus melaksanakan kerja social kepada sesama manusia.

Soal wujud Tuhan yang nyatanya? Tenang saja, sebagai manifestasi iman (percaya kepada hari akhir) kita akan berjumpa DIA di yaumil akhir untuk mempertanggung jawabkan perbuatan kita di dunia ini (yang jelas adalah milikNYA, bukan milik manusia)
Wallahualam bissawab.

Written by

0 komentar:

Post a Comment

 

© 10-5-2014 Empuss miaww. All rights resevered. Designed by Diubah karena banyak script anehnya

Back To Top