Friday, July 3, 2015

Disuruh untuk menikah lagi

Pagi – pagi adalah waktu yang sangat menenangkan bagi diriku untuk duduk diteras rumah menikmati suasana alam yang indah, melihat mentari terbit, dan mendengar suara burung berkicau yang sangat menenangkan hati.
Tak beberapa lama, istri tercintaku pun datang membawa gorengan dan segelas kopi, sambil tersenyum, dia meletakkan panganan pagi diatas meja dan sekaligus ikut duduk dibangku samping meja menemani diriku.
“mas, masih ingat mbak rani?” tanya istriku.
Mbak rani, seorang janda muda yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya dua tahun lalu dalam sebuah kecelakaan maut di jalan raya, dalam pikiranku.
“Oh, mbak Rani? Ingat” kataku sambil kopi diatas meja dan mulai menyeruputnya.
“bagaimana kalau mas melamarnya sebagai istri kedua?” kata istriku tiba – tiba.
“bruuutttt” cairan kopipun menyembur dari mulutku membasahi lantai.
“mama ngomong apa sih?” kataku sambil menyeka mulut.
“mama serius ini mas, mama kasihan sama mbak rani harus menghidupi seorang  anaknya seorang diri tanpa suami”
“ah, papa mau kekantor dulu, sudah telat” kataku sambil kabur dari percakapan yang membuatku terkejut.
***
Jalanan menuju kantor macet pagi itu, sambil menunggu lampu merah, pikiranku melayang pada percakapan tadi pagi, jujur saja, menikah lagi, disuruh istri pula, siapa sih yang ngga mau, batinku.
Dan bayangan tentang rani pun melayang dalam pikiran, rani, seorang wanita yang cantik, lembut dan keibuan, beda dengan istriku yang agak keras dalam mempertahankan pendapat yang dia anggap benar.
Tentu menikahinya sangat membahagiakan bagi seorang pria, dilayani dengan lembut dan penuh keibuan, menurut apa kata suami, pergi bersama ke kantor setiap harinya bersamaan, wah sebuah pengalaman yang menyenangkan dong.
“Teeetttt!”
Suara klakson mobil membuyarkan lamunan pagiku, oh, sudah lampu hijau rupanya, segera ku gas motor bututku untuk sampai ke kantor
***
“Arga, bagaimana pendapatmu soal menikah kembali, disuruh oleh istri lagi” tanyaku kepada Arga, teman sekantor.
“Menikah kembali? Apa sedang ada permasalahan dalam keluarga mu?” tanya Arga sambil keheranan.
“Ah, tidak, keluarga kami masih harmonis kok” jawabku.
“terus, alasan istrimu menyuruh menikah kembali apa?”.
“karena dia kasihan dengan temannya yang seorang janda ditinggal mati, harus membesarkan seorang anak tanpa ada yang melindunginya”
“apa kamu siap, membagi waktu antara istri pertama dengan istri kedua?” tanya Arga kembali.
“Wah, siap dong, seminggu dirumah istri pertama, seminggu lagi dirumah istri kedua” jawabku yakin.
“soal anak gimana? Apa ngga bermasalah nantinya, yang satu anak kandung, sementara yang satu lagi anak tiri”
“tentu saja aku ngga mungkin membedakan mana anak kandung dan anak tiri, semua akan aku anggap anak sendiri”
“pendapatan kamu apa sudah mencukupi untuk dua keluarga?” tanya arga kembali.
“soal finansial aku rasa tidak bermasalah, calon istriku yang satu lagi sudah bekerja, sehingga jika aku melebihkan sedikit pendapatanku untuk istriku yang sekarang, aku rasa dia ngga keberatan”
“oh, ya sudah, berarti kamu sudah siap dong dengan konsekuensi pernikahan yang kedua, lebih – lebih kita kerja di perusahaan swasta, ngga ada aturan yang terlalu mengekang” kata Arga sambil kembali ke pekerjaannya.
Setelah berdiskusi ringan bersama Arga, keinginanku untuk menyetujui keinginan istriku untuk menikah kembali semakin besar, bukankah aku tidak sekedar menikah untuk bersenang – senang seperti pikiran orang tentang mengenai poligami? Aku bertanggung jawab untuk kedua keluarga, dan tentu saja aku akan berusaha seoptimal mungkin berbuat adil diantara istri – istriku nantinya.
***
Motorku baru saja sampai dihalaman rumah, dengan keyakinan diri untuk menyetujui keinginan istriku tadi pagi, kulihat Tyo, anakku sedang bermain dengan anak tetangga.
“Tyo!” panggilku
Tyopun berlari kearahku, seorang anak yang cerdas dan menghibur diriku saat pulang kerja.
“mama mana?” tanyaku.
“Di kamar mandi, lagi mencuci baju”
“Yuk, kita lihat mama” kataku.
Kamipun melangkah ke arah kamar mandi, kulihat istriku sedang membilas pakaian kami sekeluarga, sudah sering kubilang untuk membelikan dia sebuah mesin cuci agar tidak memberatannya, namun dia menolak, tidak sanggup membayar tagihan listrik katanya.
“Mama!” kataku dan Tyo memanggil istriku.
“eh papa, sudah pulang” katanya sambil menyeka keringat didahinya, diapun menghentikan pekerjaan rumahnya, dan keluar dari kamar mandi menuju kearah diriku dan Tyo berdiri, kukecup keningnya, seperti hari – hari biasanya, ada yang sedikit berbeda antara hari ini dengan hari – hari sebelumnya, ada rasa mengganjal didalam hati...
“sini, mama bawakan ransel mas, pasti capekkan, ayo Tyo turun dong, jalan sama mama ke kamar”
Kupandangi punggung istriku yang sedang berjalan bersama Tyo bergandengan tangan ke kamar, sambil bercerita berdua, rasa yang mengganjal dalam hati tadi mulai bersuara kepada diriku.
“Bukankah sebenarnya aku memiliki keluarga yang bahagia...?”
Istriku yang berjalan ini adalah seorang istri yang sangat istimewa, dia yang telah merawat dan memanajemen rumah tanggaku sehingga seperti ini, dia telah mencurahkan semua cinta dan perhatiannya agar rumah tangga kami selalu berjalan tanpa konflik apapun.
Dia membesarkan Tyo dirumah, menjaga kepercayaanku, semua pendapatanku kuserahkan kepadanya, dan dia membaginya secara proporsional sehingga kami tidak pernah merasa kekurangan meski aku tahu, sebenarnya pendapatanku itu tidak mencukupi.
Kekerasan kepalanya lebih didasari oleh kenyataan, dia tidak ingin menambah beban yang tidak perlu dalam keluarga ini, dia menghindari pertengkaran – pertengkaran dimasa depan akibat sedikit kesusahan yang sebenarnya bisa diatasi saat ini.
Hatiku terharu melihat besarnya pengorbanan istriku, relakah aku membagi kasih sayang yang seharusnya “utuh” untuk semua yang dia lakukan untuk diriku dengan wanita lain, meski dia yang menyuruhnya?.
“Papa, kok termenung sih?” teriak Tyo dari dalam kamar kami
“eh iya, bentar, tadi lihat handphone sebentar” kataku sambil ikut mereka ke kamar.
***
Malam itu, setelah Tyo tidur di atas tempat tidur, aku mengajak istriku berbicara soal percakapan kami tadi pagi.
“Mama, masih ingat dengan Arga kan?” tanyaku
“Mas arga? Masih mas...” katanya.
“tadi pagi mas sudah berbicara dengan Arga, berhubung Arga juga seorang duda tanpa anak, maka mas berpikir untuk menjodohkan Rani dengan Arga, mana tahu mereka berdua cocok” kataku berbohong, sambil berpikir keras bagaimana untuk berbicara dengan arga esok hari soal Rani.
“Oh, begitu mas, ya sudah, nanti kalo sudah mas jelaskan soal mbak Rani kepada Mas Arga, nanti mama bilangin ke Mbak raninya” kata istriku.
=TAMAT=

Wednesday, June 10, 2015

“Apa kabar?” tanya kematian



Hai, bagaimana kabarmu? Baik –baik sajakah?

Kulihat engkau menikmati setiap detik hidupmu, seolah engkau akan hidup selamanya...

Engkau menikmati rumah – rumah besar ilusimu...

Engkau menikmati semua harta ilusimu...

Engkau menikmati kehangatan bersama keluargamu...

Engkau menikmati kebencian kepada seseorang dalam hatimu...

Bebas...

Sedemikian bebas yang aku rasakan darimu...

Padahal bukankah telah sering aku ketik pintu rumahmu?

Lewat berita kematian tetangga dan handai taulan mu...

Padahal bukankah telah sering aku lewat didepan matamu?

Lewat kabar kematian di surat kabar yang engkau baca...

Lewat acara televisi yang engkau tonton setiap harinya...

Padahal bukankah telah sering aku membelaimu?

Lewat kematian orang – orang yang engkau cintai...

Mengapa engkau bisa melupakan aku begitu saja?

Bagaimana jika aku menceritakan kalimat yang kamu ucapkan dimasa depan?

35:37. Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolongpun.”


Masihkah engkau tidak berbuat kebaikan didunia ini, sebelum nomor giliranmu dipanggil untuk kembali pulang?

Saturday, June 6, 2015

Masyarakat desa non tunai dari Bank Syariah

Sebagai seorang penduduk indonesia yang beragama islam, dalam kehidupan sehari – hari saya menginginkan sumber pemasukan, tempat penyimpanan, dan tempat pengeluaran uang yang saya dapat haruslah sedapat mungkin bebas dari riba, karena riba merupakan hal yang diharamkan dalam agama saya.

Namun dalam kenyataan yang kita lihat sehari – hari, kebanyakan berbagai usaha yang berkembang di masyarakat menggunakan produk lembaga konvensional dalam kegiatannya, mulai dari menerima gaji, membayar rekening listrik atau air, berbelanja dengan menggunakan kartu debit dari bank konvensional di tempat perbelanjaan, karena di iming – imingi oleh beragam diskon dan poin hadiah, terutama pada saat lebaran.

Ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan koperasi (baik konvensional ataupun syariah) sebagai tempat mereka menyimpan dan meminjam uang hasil kerja mereka, hal ini disebabkan karena akses perbankan yang berada paling jauh berada di ibukota kecamatan, sementara mereka kebanyakan bertempat tinggal di pedesaan, sehingga otomatis lembaga keuangan yang dapat menjangkau mereka adalah koperasi.

Minimnya produk keuangan syariah yang dapat menjangkau mereka tentu saja menimbulkan keprihatinan bagi kita sesama muslim, karena rentannya mereka melakukan beragam usaha yang bersinggungan dengan riba. Padahal bagi kita sebagai seorang muslim, riba itu bukan pilihan iya ataupun tidak, namun sebagai sebuah kewajiban yang harus kita hindari dalam kehidupan kita.

Sementara jika perbankan syariah membuka cabang operasional ke wilayah pedesaan untuk menjangkau mereka dalam upaya memasarkan produk keuangan syariah tentu saja merupakan pengeluaran besar bagi operasional perbankan itu sendiri, mulai dari membiayai pegawai, sewa gedung, ataupun pengeluaran lainnya.

Selain itu, Tingginya angka kejahatan yang terjadi ditengah masyarakat juga dipengaruhi oleh tingginya transaksi masyarakat yang menggunakan uang tunai, masyarakat kita cenderung menyukai membawa banyak uang tunai saat ingin bertransaksi, sementara lokasi yang mereka tuju untuk mengambil uang tersebut atau berbelanja dengan uang tersebut berada di lokasi rawan kejahatan.

Tidak jarang masyarakat atau pun pengurus koperasi yang membawa uang tunai dalam jumlah banyak harus kehilangan nyawa mereka hanya karena memegang uang tunai saat mereka dirampok.

Salah satu solusi yang dapat dipergunakan untuk menjangkau saudara – saudara kita sesama muslim yang tinggal di pedesaan adalah dengan mengadakan kerja sama antar lembaga keuangan mikro dengan lembaga perbankan, dimana koperasi bertindak sebagai perpanjangan tangan perbankan syariah dalam memasarkan produk keuangan syariah dan perbankan syariah bertindak sebagai induk lembaga yang berfungsi sebagai pembina koperasi.

Tentu saja terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan dilapangan nantinya, namun hal – hal yang bersifat teknis tersebut dapat diselesaikan melalui MoU ataupun perjanjian diatas materai ataupun notaris yang bersifat saling menguntungkan, sehingga perkembangan koperasi dan perbankan dapat tumbuh seiring bersama dalam mewujudkan masyarakat yang bebas dari riba.

Dengan adanya kerja sama antara perbankan syariah dengan pihak koperasi, maka pihak yang paling diuntungkan adalah nasabah itu sendiri, karena saat mereka mendaftar menjadi anggota baru koperasi, mereka juga langsung terdaftar sebagai nasabah perbankan syariah yang dapat menikmati beberapa nilai lebih produk keuangan syariah, antara lain menggunakan kartu atm yang juga berfungsi sebagai kartu debit saat mereka bertransaksi non tunai.

Mereka dapat berbelanja ke tempat perbelanjaan di perkotaan hanya dengan membawa “sebuah kartu”, mereka dapat membayar rekening listrik, membayar kredit di perusahaan leasing, membayar uang kuliah anak, mengirim uang sekolah anak, cukup dengan “sebuah kartu”, sehingga mereka dapat menghindari kejahatan perampokan ditengah jalan.

Bagaimanakah semua ide ini saya dapatkan? Tentu saja melalui pengamatan saya sebagai nasabah bank syariah disebuah bank syariah tertua di Indonesia semenjak saya masih kuliah dahulu, ditambah pengalaman saya sebagai pemberdaya masyarakat pedesaan yang sering melihat kesulitan yang dialami oleh penduduk desa.

Ada beberapa pengalaman unik saat saya mengadakan traveling ke jawa, tepatnya kota Yogyakarta, dengan menggunakan kartu ATM, saat itu saya membawa kartu ATM bank terbesar konvensional dan kartu ATM Bank Syariah lokal (BPD), pengalaman ini membuat "Aku Cinta Keuangan Syariah", pada suatu malam, saya sedang kehabisan uang, sementara tiket kereta api mau dipesan segera di stasiun, mulailah saya berkeliling dari satu atm ke atm lain dari Bank konvensional itu, dan ternyata semua atm bank tersebut sedang kehabisan uang kosong, saat itu musim liburan, dan kantor bank tentu saja tutup saat malam hari.

Karena sedikit panik, dimana uang habis, mesin atm kosong juga, saudara juga tidak ada dikota Yogyakarta, dan haripun malam. Tidak beberapa lama, saya melihat mesin ATM dengan logo IB (islamic Bank)nya milik sebuah bank syariah, dan baru teringat saya memegang kartu ATM syariah bank lokal, bayangkan hanya dengan menggunakan kartu Bank lokal provinsi, dan Alhamdulillah, rupanya mesin nya tidak kosong, dan saya berhasil menarik uang dari ATMnya, perjalanan menuju kota bandung pun bisa dilaksanakan malam itu juga.

Yang terakhir, diantara kita, tentu mengenal istilah bapak angkat dalam sebuah usaha, ataupun perusahaan plasma, disinilah keunggulan bank syariah menurut saya pribadi dibandingkan bank konvensional, seorang deposan yang memiliki dana berlebih dapat membantu calon kreditur yang ingin meminjam melalui bank Syariah sebagai pihak penengah yang mempertemukan kedua belah pihak, antara pemilik deposito dengan calon peminjam dapat bertransaksi dengan berbagai "produk keuangan syariah", antara lain melalui skema pembiyaan murabahah, ataupun mudharabah, dan produk lainnya. Sehingga kita tidak hanya berperan sebagai nasabah saja, namun jika kita ingin, kita bisa menjadi bapak angkat bagi seorang pelaku usaha dan juga mendapat saudara baru, hal tersebut yang membuat "Aku Cinta Keuangan Syariah".

Dengan Bank Syariah, riba dapat kita hindari, membayar zakat lebih mudah, silaturrahmi terjaga, dan ibadahpun menjadi tenang. Majulah bank Syariah di Indonesia.

kata kunci : "produk keuangan syariah", "Aku cinta keuangan syariah", Bank syariah, masyarakat desa

Total Pageviews

Followers

Archive

 

© 10-5-2014 Empuss miaww. All rights resevered. Designed by Diubah karena banyak script anehnya

Back To Top